ESAI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah
Filsafat dan Dasar-Dasar Logika
Judul :
“ Metode Induksi dan Metode Deduksi Sebagai Sebuah
Metode Ilmiah dalam Mendapatkan Kebenaran”
Manusia dalam kehidupannya selalu
mencari kebenaran yang pasti sebagai tujuan dalam menjalani hidupnya. Tanpa
kebenaran manusia akan tersesat dan tak tentu arah karena tidak punya tujuan
yang pasti dalam mencapai kehidupan yang nyata ini. Maka disinilah kebenaran
diperlukan. Kebenaran itu merupakan suatu hal yang dikatakan benar manakala
sesuatu dinyatakan salah. Kebenaran yang di cari manusia yang berpikir itu
bukan hanya kebenaran tentang suatu hal tentang ilmu pengetahuan saja, tapi
kebenaran yang bisa menuntunnya dalam menjalani kehidupan seperti kebenaran
tentang agama yang di anut seseorang.
Dalam proses menemukan kebenaran ini
terdapat dua metode yang bisa kita pelajari yang kajiannya berpusat pada
penalaran/ pemikiran manusia dan di dalamnya ada proses mengkomunikasikan
penilaian. Metode ini disebut penalaran yang merupakan suatu proses berpikir
dalam menarik suatu kesimpulan yang hasilnya berupa pengetahuan yang baru.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang berpikir, merasa, bersikap dan
bertindak. Sikap dan tindakan manusia ini biasanya berasal dari sumber
pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran
menghasilkan suatu pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir bukan
dengan perasaan, meskipun dikatakan Pascal, hatipun mempunyai logika
tersendiri. Dan harus kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir itu
menyandarkan diri pada penalaran, atau pada hakikatnya Logika tidak mengkaji
keseluruhan proses berpikir/bernalar yang dilakukan oleh manusia. Jadi
penalaran itu merupakan suatu karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Berpikir adalah suatu kegiatan untuk
menemukan kebenaran. Dalam menentukan suatu kebenaran menurut seseorang dan
orang lain pasti berbeda oleh karena itu proses berpikir dalam menentukan
kebenaran setiap orang itupun pasti berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa dalam
menentukan kebenaran itu ada kriteria tertentu, dan kriteria kebenaran
merupakan suatu proses penemuan kebenaran tersebut.
Metode induksi dan metode deduksi merupakan suatu
metode bernalar berpikir untuk untuk dapat menilai sesuatu hal yang dapat di
nilai benar dan salahnya. Wujud dari suatu penalaran manusia berbentuk
pernyataan. Dari pernyataan ini manusia akan menyampaikan suatu hasil
pemikirannya dengan cara berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Unsur yang
paling penting dalam berkomunikasi itu adalah “Bahasa” atau dalam bentuk yang
sederhana bisa kita sebut kalimat.
Kebenaran itu mempunyai karakteristik tertentu :
1. Adanya
suatu pola berpikir yang disebut Logika.
2. Proses
berpikirnya bersifat analitik.
Adanya suatu pola berpikir yang disebut Logika
merupakan kegiatan penalaran proses berpikir logis. Dimana logis itu merupakan
kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dalam kata lain menurut logika
tententu sedangkan Proses berpikirnya bersifat analitik. Analisis merupakan
suatu kegiatan berpikir dengan berdasarkan langkah-langkah tertentu. Langkah
ini salah satunya dengan menggunakan metode penalaran deduksi dan induksi,
Penaran ini termasuk penalaran ilmiah, karena penalaran ilmiah merupakan
gabungan dari penalaran deduksi dan induksi, di mana penalaran deduksi
berkaitan dengan rasionalisme sedangkan penalaran induksi berkaitan dengan
empirisme, oleh karena itu untuk mengetahui lebih jauh tentang cara mendapatkan
kebenaran melalui metode ini maka kita harus tahu dulu apa pengertian dari dua
metode ini.
Induksi adalah cara mempelajari
sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menemukan hukum.
(Kamus umum bahasa Indonesia hal. 444 W.J.S. Poerwadarminta, Balai pustaka,
2006)
Induksi adalah ilmu eksakta
mengumpulkan data – data dalam jumlah tertentu, dan atas dasar itu menyusun
suatu ucapan umum. Observasi dan eksperimen dilakukan untuk mengenai
gejala-gejala dengan tepat dan saksama, sedang hipotesis dan induksi membuat
rumusan dari hukum-hukumnya.
Metode berpikir induktif dimana
cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum
dari berbagai kasus yang bersifat individual. Untuk itu, penalaran secara
induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang
lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum.
Contoh dari induksi :
1.
Kuda sumba punya jantung
2.
Kuda Australia punya sebuah jantung
3.
Kuda amerika punya sebuah jantung
Jadi,
setiap kuda punya sebuah jantung
Induksi merupakan cara berpikir di
mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari suatu peristiwa yang
bersifat khusus. Penalaran ini di mulai dengan mengemukakan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khusus, khas dan
terbatas dalam menyusun suatu argumentasi yang di akhiri dengan pernyataan yang
bersifat umum. Katakanlah umpamanya kita mempunyai fakta bahwa kambing
mempunyai mata, gajah mempunyai mata, demikian juga dengan singa, kucing, dan
berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan-kenyataan ini kita dapat menarik
kesimpulan umum bahwa semua binatang mempunyai mata. Kesimpulan yang bersifat
umum ini penting artinya sebab mempunyai dua keuntungan. Keuntungan yang
pertama ialah bahwa pernyataan yang bersifat umum ini ekonomis, kehidupan yang
beraneka ragam dan corak dan segi dapat direduksikan menjadi beberapa
pernyataan. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukanlah merupakan koleksi
dari berbagai fakta melainkan esensi dari fakta-fakta tersebut. Demikian juga
mengenai fakta yang dipaparkan, pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi
objek tertentu, melainkan menekankan pada struktur dasar yang menyangga wujud
fakta tersebut. Pernyataan yang bagaimanapun lengkap dan cermatnya tidak bisa
memproduksikan betapa manisnya semangkuk kopi atau pahitnya sebutir pil kita,
Pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang bersifat kategoris
bahwa kopi itu manis dan pil kina itu pahit. Pernyataan seperti ini sudah cukup
bagi manusia untuk bersifat fungsional dalam kehidupan praktis dan berpikir
teoritis. Keuntungan yang kedua dari pernyataan yang bersikap umum adalah
dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif.
Secara induktif maka dari berbagai pernyataan yang bersifat lebih umum lagi.
Umpamanya melanjutkan contoh kita terdahulu, dari kenyataan bahwa semua
binatang mempunyai mata dan semua manusia mempunyai mata, dapat ditarik
kesimpulan bahwa semua makhluk mempunyai mata. Penalaran seperti ini
memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada
pernyataan-pernyataan yang makin lama makin bersifat fundamental.[1]
Hubungan Logika dengan induktif Hubungan
Logika dan Induktif ini sering disebut juga Logika Induktif atau penalaran
induktif. Penalaran induktif adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian
fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum. Dimulai dengan mengemukakan
pernyataan – pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas
sebagai argumentasi dan kemudian diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum-umum.
Pendapat
Francis Bacon, sama dengan John S.Mill (1806-1873) yang merupakan filsuf yang
juga memperkenalkan “proses generalisasi” dengan cara induksi. Dalam persoalan
generalisasi ini, Mill sependapat dengan David Hume yang mempersoalkan secara
radikal.
Mill
melihat tugas utama logika lebih dari sekedar menentukan patokan deduksi
silogistis yang tak pernah menyampaikan pengetahuan baru. Ia berharap bahwa
jasa metodenya dalam logika induktif sama besarnya dengan jasa Aristoteles
dalam logika induktif. Menurutnya, pemikiran silogistis selalu mencakup suatu
lingkaran setan (petitio), dimana kesimpulan sudah terkandung di dalam premis,
sedangkan premis itu sendiri akhirnya masih bertumpu juga pada induksi empiris.
Tugas logika menurutnya cukup luas, termasuk meliputi ilmu-ilmu sosial dan
psikologi yang memang pada masing-masing ilmu itu logika telah diletakkan
dasar-dasarnya oleh Comte dan James Mill.
Deduksi berasal dari bahasa
inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan
umum, menemukan yang khusus dari yang umum. (Kamus umum bahasa Indonesia hal.
273 W.J.S. Poerwadarminta, Balai pustaka, 2006)
Deduksi adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya
dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir di mana dari pernyataan
yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan
kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan
siogisme ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor
dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran
deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Dari contoh kita sebelumnya dapat
membuat siogismus sebagai berikut:
Semua
makhluk mempunyai mata (Premis Mayor)
Si
Polan adalah seorang makhluk (Premis Minor)
Jadi
Si Polan mempunyai mata (Kesimpulan)
Kesimpulan yang diambil bahwa si
Polan mempunyai mata adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan
ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya. Pernyataan apakah
kesimpulan itu benar maka hal ini harus dikembalikan kepada kebenaran premis
yang mendahuluinya. Sekiranya kedua premis yang mendukung adalah benar maka
dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin
saja kesimpulan itu salah, meskipun kedua premisnya benar, sekiranya penarikan
kesimpulannya adalah sah. [2]
Dengan demikian maka ketepatan
penarikan keismpulan tergantung dari tiga hal yakni kebenaran premis mayor,
kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan kesimpulan. Sekiranya salah satu
dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak terpenuhi maka kesimpulan yang
di tariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara
deduktif. Argumentasi matematik seperti a sama dengan b dan bila b sama dengan
c maka a sama dengan c merupakan suatu penalaran deduktif. Kesimpulan yang
berupa pengetahuan baru bahwa a sama dengan c pada hakikatnya bukan merupakan
pengetahuan dalam arti yang sebenarnya, melainkan sekadar konsekuensi dari dua
pengetahuan yang sudah kita ketahui sebelumnya, yakni bahwa a sama dengan b dan
b sama dengan c. Tak pernah ada kejutan dalam logika, simpul Wittgenstein,
sebab pengetahuan yang diperole adalah kebenaran tautologis. Namun benarkah
ulangan matematika tak pernah menimbulkan surprise; seperti pernyataan Taufik
ismail dalam sajak Ladang jagung;bagaimana kalau bumi bukan bulat, tapi segi
empat?
Hubungan Logika dengan deduksi Menurut Langeveld, logika itu adalah kepandaian untuk memutuskan secara
jitu. Logika mempelajari syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengambil
kesimpulan secara benar; atau untuk menghasilkan pengetahuan yang bersifat
ilmiah. Unsur utama logika adalah pemikiran dan keputusan.[3]
Hubungan logika dan Deduktif sering disebut juga Logika Deduktif atau
penalaran deduktif. Penalaran Deduktif adalah penalaran yang membangun atau
mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif dan valid hanya jika
kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekunsi logis dari premis –
premisnya.
Contoh :
Semua makhluk hidup perlu makan untuk
mempertahankan hidup (premis mayor)
Anton adalah seorang makhluk hidup (premis
minor)
Jadi, Anton perlu makan untuk mempertahankan
hidupnya. (kesimpulan)
Adanya proses penalaran inipun tidak
lepas dari sumber-sumber pengetahuan yani rasio, pengalaman dan waktu. Sumber
pengetahuan merupakan aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan yang
berkembang dan muncul dalam kehidupan manusia. Menurut Sumarna (dalam Susanto,
2011: 186) sumber ilmu pengetahuan terdapatperbedaan antara pandangan filosof
dan ilmuwan Barat dengan filosofot dan ilmuwan muslim.
Menurut filosof dan ilmuwan muslim, sumber utama
ilmu pengetahuan adalah wahyu yang termanifestasikan dalam Alquran dan
As-sunnah, selain empiris dan rasional. Sedangkan menurut filosof dan ilmuwan
Barat sumber ilmu pengetahuan hanya dibatasi pada sumber utama yaitu
pengetahuan yang lahir dari pertimbangan rasio (akal atau deduksi) dan
pengetahuan yang dihasilkan melalui pengalaman (empiris dan induksi).
Menurut Suriasumantri (dalam Susanto, 2011:186) terdapat empat cara pokok dalam mendapatkan pengetahuan, pertama adalah pengetahuan yang berdasarkan rasio yang dikembangkan oleh kaum rasionalis yang dikenal dengan rasionalisme. Kedua, pengetahuan yang berdasarkan pada pengalaman yang dikenal dengan faham empirisme. Ketiga, pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusatkan pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan sehingga intuisi tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan yang teratur. Sumber pengetahuan yang keempat adalah wahyu yang merupakan pengetahuan yang disampaikan tuhan kepada manusia.
Menurut Suriasumantri (dalam Susanto, 2011:186) terdapat empat cara pokok dalam mendapatkan pengetahuan, pertama adalah pengetahuan yang berdasarkan rasio yang dikembangkan oleh kaum rasionalis yang dikenal dengan rasionalisme. Kedua, pengetahuan yang berdasarkan pada pengalaman yang dikenal dengan faham empirisme. Ketiga, pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusatkan pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan sehingga intuisi tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan yang teratur. Sumber pengetahuan yang keempat adalah wahyu yang merupakan pengetahuan yang disampaikan tuhan kepada manusia.
Sedangkan Amsal Bakhtiar mengungkapkan ada beberapa
pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain: Empirisme Kata ini berasal
dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia
memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata
Yunaninya, pengalaman yang dimaksudkan ialah pengalaman inderawi. .Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Menusia memperoleh
penegetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Bagi aliran ini kekeliruan pada
aliran empirisme yang disebabkan kelemahan alat indera dapat dikoreksi,
seandainya akal digunakan. Intuisi Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil
dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting,
tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya.Ia
juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang
mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi bersifat personal dan tidak
bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, intuisi
tidak dapat diandalkan. Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh ALLAH
kepada manusia lewat perantaraan para nabi. Wahyu Allah (agama) berisikan
pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman,
maupun yang mencakup masalah transendental, seperti latar belakang dan tujuan
penciptaan manusia, dunia dan segenap isinya serta kehidupan diakhirat nanti.
Dari uraian diatas, yang dapat dijadikan sumber pengetahuan adalah wahyu,
pengalaman dan rasio. Sedangkan intuisi tidak dapat digunakan sebagai sumber
ilmu pengetahuan karena ia bersifat personal dan tidak bisa diramalkan serta
bersifat tiba-tiba atau seketika.
Dari
data ini dapat disimpulkan bahwa dengan rasa ingin tahunya, manusia berusaha
mencari pengetahuan dari berbagai sumber untuk memenuhi kebutuhan dan
kelangsungan hidupnya. Penalaran merupakan salah satu proses dalam berpikir
yang menggabungkan dua pemikiran atau lebih untuk menarik sebuah kesimpulan
untuk medapatkan pengetahuan baru.
logika merupakan suatu cara untuk mendapatkan suatu pengetahuan
dengan menggunakan akal pikiran, kata dan bahasa yang dilakukan secara sistematis.
Sumber pengetahuan merupakan aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan yang berkembang dan muncul dalam kehidupan manusia. Tedapat tiga sumber pengetahuan 1.Empiris/pengetahuan, 2.Rasio/akal (pikiran) dan 3.wahyu Kebenaran merupakan kesesuaian antara pikiran dan kenyataan dan menjadi tujuan dari filsafat. Untuk menyatakan sesuatu itu benar dapat didasarkan pada teori kebenaran. Pengetahuan dapat diperoleh dengan jalan penalaran dan logika yang bersumberkan pada pengalaman, akal dan wahyu sehingga pada akhirnya didapatkanlah suatu kebenaran.
logika merupakan suatu cara untuk mendapatkan suatu pengetahuan
dengan menggunakan akal pikiran, kata dan bahasa yang dilakukan secara sistematis.
Sumber pengetahuan merupakan aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan yang berkembang dan muncul dalam kehidupan manusia. Tedapat tiga sumber pengetahuan 1.Empiris/pengetahuan, 2.Rasio/akal (pikiran) dan 3.wahyu Kebenaran merupakan kesesuaian antara pikiran dan kenyataan dan menjadi tujuan dari filsafat. Untuk menyatakan sesuatu itu benar dapat didasarkan pada teori kebenaran. Pengetahuan dapat diperoleh dengan jalan penalaran dan logika yang bersumberkan pada pengalaman, akal dan wahyu sehingga pada akhirnya didapatkanlah suatu kebenaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Jujun S. Suriasumantri.
1998 Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar yang Populer Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
Soetriono,
Tanpa Tahun. Filsafat ilmu Yogyakarta: Andi Ofset
Hodijah
(2014) Filsafat Ilmu (on Line). Tersedia:http://hodijahrisa.wordpress.com/dunia- pendidikan/filsafat-ilmu/
Nurmalia (2013) Logika, deduksi dan
induksi (on Line). Tersedia http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2013/06/logika-deduksi-dan-induksi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar