Minggu, 12 Oktober 2014

“ Metode Induksi dan Metode Deduksi Sebagai Sebuah Metode Ilmiah dalam Mendapatkan Kebenaran”



ESAI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Filsafat dan Dasar-Dasar Logika

Judul :
Metode Induksi dan Metode Deduksi Sebagai Sebuah Metode Ilmiah dalam Mendapatkan Kebenaran
            Manusia dalam kehidupannya selalu mencari kebenaran yang pasti sebagai tujuan dalam menjalani hidupnya. Tanpa kebenaran manusia akan tersesat dan tak tentu arah karena tidak punya tujuan yang pasti dalam mencapai kehidupan yang nyata ini. Maka disinilah kebenaran diperlukan. Kebenaran itu merupakan suatu hal yang dikatakan benar manakala sesuatu dinyatakan salah. Kebenaran yang di cari manusia yang berpikir itu bukan hanya kebenaran tentang suatu hal tentang ilmu pengetahuan saja, tapi kebenaran yang bisa menuntunnya dalam menjalani kehidupan seperti kebenaran tentang agama yang di anut seseorang.
            Dalam proses menemukan kebenaran ini terdapat dua metode yang bisa kita pelajari yang kajiannya berpusat pada penalaran/ pemikiran manusia dan di dalamnya ada proses mengkomunikasikan penilaian. Metode ini disebut penalaran yang merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang hasilnya berupa pengetahuan yang baru. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang berpikir, merasa, bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakan manusia ini biasanya berasal dari sumber pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan suatu pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir bukan dengan perasaan, meskipun dikatakan Pascal, hatipun mempunyai logika tersendiri. Dan harus kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir itu menyandarkan diri pada penalaran, atau pada hakikatnya Logika tidak mengkaji keseluruhan proses berpikir/bernalar yang dilakukan oleh manusia. Jadi penalaran itu merupakan suatu karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
            Berpikir adalah suatu kegiatan untuk menemukan kebenaran. Dalam menentukan suatu kebenaran menurut seseorang dan orang lain pasti berbeda oleh karena itu proses berpikir dalam menentukan kebenaran setiap orang itupun pasti berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa dalam menentukan kebenaran itu ada kriteria tertentu, dan kriteria kebenaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran tersebut.
Metode induksi dan metode deduksi merupakan suatu metode bernalar berpikir untuk untuk dapat menilai sesuatu hal yang dapat di nilai benar dan salahnya. Wujud dari suatu penalaran manusia berbentuk pernyataan. Dari pernyataan ini manusia akan menyampaikan suatu hasil pemikirannya dengan cara berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Unsur yang paling penting dalam berkomunikasi itu adalah “Bahasa” atau dalam bentuk yang sederhana bisa kita sebut kalimat.
Kebenaran itu mempunyai karakteristik tertentu :
1.      Adanya suatu pola berpikir yang disebut Logika.
2.      Proses berpikirnya bersifat analitik.
Adanya suatu pola berpikir yang disebut Logika merupakan kegiatan penalaran proses berpikir logis. Dimana logis itu merupakan kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dalam kata lain menurut logika tententu sedangkan Proses berpikirnya bersifat analitik. Analisis merupakan suatu kegiatan berpikir dengan berdasarkan langkah-langkah tertentu. Langkah ini salah satunya dengan menggunakan metode penalaran deduksi dan induksi, Penaran ini termasuk penalaran ilmiah, karena penalaran ilmiah merupakan gabungan dari penalaran deduksi dan induksi, di mana penalaran deduksi berkaitan dengan rasionalisme sedangkan penalaran induksi berkaitan dengan empirisme, oleh karena itu untuk mengetahui lebih jauh tentang cara mendapatkan kebenaran melalui metode ini maka kita harus tahu dulu apa pengertian dari dua metode ini.
Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menemukan hukum. (Kamus umum bahasa Indonesia hal. 444 W.J.S. Poerwadarminta, Balai pustaka, 2006)
Induksi adalah ilmu eksakta mengumpulkan data – data dalam jumlah tertentu, dan atas dasar itu menyusun suatu ucapan umum. Observasi dan eksperimen dilakukan untuk mengenai gejala-gejala dengan tepat dan saksama, sedang hipotesis dan induksi membuat rumusan dari hukum-hukumnya. 
Metode berpikir induktif dimana cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Untuk itu, penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang  bersifat umum.
Contoh dari induksi :
1.      Kuda sumba punya jantung
2.      Kuda Australia punya sebuah jantung
3.      Kuda amerika punya sebuah jantung
Jadi, setiap kuda punya sebuah jantung
            Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari suatu peristiwa yang bersifat khusus. Penalaran ini di mulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khusus, khas dan terbatas dalam menyusun suatu argumentasi yang di akhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Katakanlah umpamanya kita mempunyai fakta bahwa kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata, demikian juga dengan singa, kucing, dan berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan-kenyataan ini kita dapat menarik kesimpulan umum bahwa semua binatang mempunyai mata. Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya sebab mempunyai dua keuntungan. Keuntungan yang pertama ialah bahwa pernyataan yang bersifat umum ini ekonomis, kehidupan yang beraneka ragam dan corak dan segi dapat direduksikan menjadi beberapa pernyataan. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukanlah merupakan koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi dari fakta-fakta tersebut. Demikian juga mengenai fakta yang dipaparkan, pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi objek tertentu, melainkan menekankan pada struktur dasar yang menyangga wujud fakta tersebut. Pernyataan yang bagaimanapun lengkap dan cermatnya tidak bisa memproduksikan betapa manisnya semangkuk kopi atau pahitnya sebutir pil kita, Pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang bersifat kategoris bahwa kopi itu manis dan pil kina itu pahit. Pernyataan seperti ini sudah cukup bagi manusia untuk bersifat fungsional dalam kehidupan praktis dan berpikir teoritis. Keuntungan yang kedua dari pernyataan yang bersikap umum adalah dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif. Secara induktif maka dari berbagai pernyataan yang bersifat lebih umum lagi. Umpamanya melanjutkan contoh kita terdahulu, dari kenyataan bahwa semua binatang mempunyai mata dan semua manusia mempunyai mata, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua makhluk mempunyai mata. Penalaran seperti ini memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada pernyataan-pernyataan yang makin lama makin bersifat fundamental.[1]
      Hubungan Logika dengan induktif Hubungan Logika dan Induktif ini sering disebut juga Logika Induktif atau penalaran induktif. Penalaran induktif adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum. Dimulai dengan mengemukakan pernyataan – pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas sebagai argumentasi dan kemudian diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum-umum.
Pendapat Francis Bacon, sama dengan John S.Mill (1806-1873) yang merupakan filsuf yang juga memperkenalkan “proses generalisasi” dengan cara induksi. Dalam persoalan generalisasi ini, Mill sependapat dengan David Hume yang mempersoalkan secara radikal.
Mill melihat tugas utama logika lebih dari sekedar menentukan patokan deduksi silogistis yang tak pernah menyampaikan pengetahuan baru. Ia berharap bahwa jasa metodenya dalam logika induktif sama besarnya dengan jasa Aristoteles dalam logika induktif. Menurutnya, pemikiran silogistis selalu mencakup suatu lingkaran setan (petitio), dimana kesimpulan sudah terkandung di dalam premis, sedangkan premis itu sendiri akhirnya masih bertumpu juga pada induksi empiris. Tugas logika menurutnya cukup luas, termasuk meliputi ilmu-ilmu sosial dan psikologi yang memang pada masing-masing ilmu itu logika telah diletakkan dasar-dasarnya oleh Comte dan James Mill.
      Deduksi berasal dari bahasa inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan umum, menemukan yang khusus dari yang umum. (Kamus umum bahasa Indonesia hal. 273 W.J.S. Poerwadarminta, Balai pustaka, 2006)
Deduksi adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan siogisme ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Dari contoh kita sebelumnya dapat membuat siogismus sebagai berikut:
Semua makhluk mempunyai mata (Premis Mayor)
Si Polan adalah seorang makhluk (Premis Minor)
Jadi Si Polan mempunyai mata      (Kesimpulan)
            Kesimpulan yang diambil bahwa si Polan mempunyai mata adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya. Pernyataan apakah kesimpulan itu benar maka hal ini harus dikembalikan kepada kebenaran premis yang mendahuluinya. Sekiranya kedua premis yang mendukung adalah benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulan itu salah, meskipun kedua premisnya benar, sekiranya penarikan kesimpulannya adalah sah. [2]
            Dengan demikian maka ketepatan penarikan keismpulan tergantung dari tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan kesimpulan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak terpenuhi maka kesimpulan yang di tariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif. Argumentasi matematik seperti a sama dengan b dan bila b sama dengan c maka a sama dengan c merupakan suatu penalaran deduktif. Kesimpulan yang berupa pengetahuan baru bahwa a sama dengan c pada hakikatnya bukan merupakan pengetahuan dalam arti yang sebenarnya, melainkan sekadar konsekuensi dari dua pengetahuan yang sudah kita ketahui sebelumnya, yakni bahwa a sama dengan b dan b sama dengan c. Tak pernah ada kejutan dalam logika, simpul Wittgenstein, sebab pengetahuan yang diperole adalah kebenaran tautologis. Namun benarkah ulangan matematika tak pernah menimbulkan surprise; seperti pernyataan Taufik ismail dalam sajak Ladang jagung;bagaimana kalau bumi bukan bulat, tapi segi empat?
      Hubungan Logika dengan deduksi Menurut Langeveld, logika itu adalah kepandaian untuk memutuskan secara jitu. Logika mempelajari syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengambil kesimpulan secara benar; atau untuk menghasilkan pengetahuan yang bersifat ilmiah. Unsur utama logika adalah pemikiran dan keputusan.[3]
Hubungan logika dan Deduktif sering disebut juga Logika Deduktif atau penalaran deduktif. Penalaran Deduktif adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif dan valid hanya jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekunsi logis dari premis – premisnya.
Contoh :
Semua makhluk hidup perlu makan untuk mempertahankan hidup  (premis mayor)
Anton adalah seorang makhluk hidup                                                (premis minor)
Jadi, Anton perlu makan untuk mempertahankan hidupnya.             (kesimpulan)
            Adanya proses penalaran inipun tidak lepas dari sumber-sumber pengetahuan yani rasio, pengalaman dan waktu. Sumber pengetahuan merupakan aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan yang berkembang dan muncul dalam kehidupan manusia. Menurut Sumarna (dalam Susanto, 2011: 186) sumber ilmu pengetahuan terdapatperbedaan antara pandangan filosof dan ilmuwan Barat dengan filosofot dan ilmuwan muslim.
Menurut filosof dan ilmuwan muslim, sumber utama ilmu pengetahuan adalah wahyu yang termanifestasikan dalam Alquran dan As-sunnah, selain empiris dan rasional. Sedangkan menurut filosof dan ilmuwan Barat sumber ilmu pengetahuan hanya dibatasi pada sumber utama yaitu pengetahuan yang lahir dari pertimbangan rasio (akal atau deduksi) dan pengetahuan yang dihasilkan melalui pengalaman (empiris dan induksi).
Menurut Suriasumantri (dalam Susanto, 2011:186) terdapat empat cara pokok dalam mendapatkan pengetahuan, pertama adalah pengetahuan yang berdasarkan rasio yang dikembangkan oleh kaum rasionalis yang dikenal dengan rasionalisme. Kedua, pengetahuan yang berdasarkan pada pengalaman yang dikenal dengan faham empirisme. Ketiga, pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusatkan pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan sehingga intuisi tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan yang teratur. Sumber pengetahuan yang keempat adalah wahyu yang merupakan pengetahuan yang disampaikan tuhan kepada manusia.
Sedangkan Amsal Bakhtiar mengungkapkan ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain: Empirisme Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksudkan ialah pengalaman inderawi. .Rasionalisme Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Menusia memperoleh penegetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Bagi aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme yang disebabkan kelemahan alat indera dapat dikoreksi, seandainya akal digunakan. Intuisi Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya.Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, intuisi tidak dapat diandalkan. Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh ALLAH kepada manusia lewat perantaraan para nabi. Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transendental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia dan segenap isinya serta kehidupan diakhirat nanti. Dari uraian diatas, yang dapat dijadikan sumber pengetahuan adalah wahyu, pengalaman dan rasio. Sedangkan intuisi tidak dapat digunakan sebagai sumber ilmu pengetahuan karena ia bersifat personal dan tidak bisa diramalkan serta bersifat tiba-tiba atau seketika.
            Dari data ini dapat disimpulkan bahwa dengan rasa ingin tahunya, manusia berusaha mencari pengetahuan dari berbagai sumber untuk memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya. Penalaran merupakan salah satu proses dalam berpikir yang menggabungkan dua pemikiran atau lebih untuk menarik sebuah kesimpulan untuk medapatkan pengetahuan baru.
logika merupakan suatu cara untuk mendapatkan suatu pengetahuan
dengan menggunakan akal pikiran, kata dan bahasa yang dilakukan secara sistematis.
Sumber pengetahuan merupakan aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan yang berkembang dan muncul dalam kehidupan manusia. Tedapat tiga sumber pengetahuan 1.Empiris/pengetahuan, 2.Rasio/akal (pikiran) dan 3.wahyu Kebenaran merupakan kesesuaian antara pikiran dan kenyataan dan menjadi tujuan dari filsafat. Untuk menyatakan sesuatu itu benar dapat didasarkan pada teori kebenaran. Pengetahuan dapat diperoleh dengan jalan penalaran dan logika yang bersumberkan pada pengalaman, akal dan wahyu sehingga pada akhirnya didapatkanlah suatu kebenaran.










DAFTAR PUSTAKA

Jujun S. Suriasumantri. 1998 Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar yang Populer Jakarta: Pustaka         Sinar Harapan
Soetriono, Tanpa Tahun. Filsafat ilmu Yogyakarta: Andi Ofset 
Hodijah (2014) Filsafat Ilmu (on Line). Tersedia:http://hodijahrisa.wordpress.com/dunia-  pendidikan/filsafat-ilmu/
Nurmalia (2013) Logika, deduksi dan induksi (on Line). Tersedia             http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2013/06/logika-deduksi-dan-induksi.html


[1] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar yang Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998) hal. 48
[2] Ibid. hlm 49
[3] Soetriono, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Andi, 2007), hal. 125

Tidak ada komentar:

Posting Komentar