MAKALAH
Judul :
RESENSI FILM
GIE
IDENTITAS FILM
Sutradara : Riri Riza
Produser : Mira Lesmana
Penulis : Riri Riza
Pemeran
Aktor utama :
Nicholas Saputra
Wulan Guritno
Indra Birowo
Lukman Sardi
Sita Nursanti
Thomas Nawilis
Jonathan Mulia
Christian Audy
Donny Alamsyah
Robby Tumewu
Tutie Kirana
Gino Korompis
Surya Saputra
Happy Salma
Distributor : Sinemart Pictures
Durasi : 147 menit
Anggaran : Rp 7-10 milyar (perk.)
Produksi : Miles Production
Genre
: Drama,
Biography
Tanggal edar
: Kamis, 14 Juli 2005
Bahasa utama : Indonesia
Bahasa utama : Indonesia
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan pemerintahannya setiap negara pasti memiliki sistem politik
di negaranya. Sistem politik yang dianut inilah yang mempengaruhi situasi
pemerintahan di negaranya. Sistem politik selalu berubah dari waktu ke waktu
disesuaikan dengan faktor ekonomi, masyarakat, gaya sosial serta faktor
eksternal yang mampu mempengaruhi negaranya.
Sejarah
sistem pemerintahan Indonesia dimulai dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945. Dengan adanya proklamasi berarti lahirlah suatu negara baru yang bernama
Indonesia dengan segala kepemerintahannya yang diatur Indonesia sendiri.
Seiring berjalannya waktu, ternyata sistem pemerintahan Indonesia terus
mengalami perubahan. Perubahan inilah yang kemudian yang akan kita kaji sebagai
suatu sistem perbandingan. Dari waktu ke waktu, setiap perubahan itu membawa
ciri tersendiri.
Seperti pada masa
pemerintahan soekarno banyak mengundang tidak kepercayaan rakyat karena
ajarannya yang mengandung komunis dan syarat akan pemerintahan yang dictator.
Sehingga menimbulkan banyak kontroversi dikalangan mahasiswa seperti Mahasiswa
sastra UI yang bernama Soe Hok Gie yang kritis dan dengan kecerdasannya mampu
membuat banyak pemikiran yang kadang tak sejalan dengan pemikiran
rekan-rekannya , membuat dia harus berjuang berjuang dan berjuang dalam
menegakkan keadilan dan kebenaran.
ISI / SUBSTANSI FILM
Dalam film ini di
awali dengan kata-kata yang merupakan inti dari permasalahan dalam film ini. “
Indonesia di akhir dan di awal 1960 adalah sebuah Negara yang terjebak diantara
Perang Dingin Apakah Indonesia dibawah pimpinan presiden seumur hidup Soekarno
akan mengikuti ideology komunis, adalah pertanyaan bagi kita semua. Seluruh
unsur masyarakat yang ter-politisasi n seluruh faksi dalam masyarakat, termasuk
mahasiswa Indonesia, aktif terlibat dalam permainan politik yang kemudian ikut
menentukan masa depan bangsa ini.”
Film ini mengambil
setting antara tahun 1956-1969 menceritakan seorang pemuda bernama Soe
Hok Gie yang di besarkan di sebuah keluarga yang tidak begitu kaya, dia pemuda
Indonesia keturunan Tionghoa dan berdomisili di Jakarta.
Soe Hok Gie yang sering di panggil dengan panggilan “ Gie
“ dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 ketika perang tengah berkecambuk di
Pasifik, pada umur 5 tahun dia masuk sekolah SINWA dia tinggal bersama
keluarganya dia mempunyai dua saudara perempuan dan satu saudara laki-laki. Awal
cerita di mulai dengan kehidupan Gie pada masa kecil bersama teman-temannya,
dia mempunyai teman seperjuangannya yang selalu bersama dia bernama Tan Tjin Han dan Herman Lantang. Gie
selalu membawa buku kemanapun dia pergi buku catatan kecil berwarna merah yang
mirip dengan buku ayahnya. Ayahnya
adalah seorang yang apatis, pasif dan pendiam, dia adalah seorang novelis yang
diperhitungkan pada masa itu.
Gie pada masa
sekolah memiliki tampang yang acuh dan jarang sekali senyum , dia seperti orang
yang sedang memiliki tujuan tertentu dan
berambisi untuk meraih tujuan itu. Buku yang dia selalu bawa di peroleh dari
sebuah took buku di daerahnya.
Pada Film ini di
ceritakan ketika masa pemerintahan Soekarno pada masa orde lama , pemerintahan
yang dictator dan menetapkan dirinya sebagai presiden seumur hidup.
Suatu ketika
sahabatnya Han tidak bisa ikut bermain dengan dia di karenakan keluarganya yang
kejam kepada dia mungkin factor ekonomi membuat orang tuanya bertindak jahat
kepada dia. Dan akhirnya diapun pergi bersama temannya Herman Lantang, dia
menyusuri jalanan kota. Jalanan kota itu terlihat seperti jaman dulu dan disana
terlihat banyak sekali orang berlalu lalang juga banyak orang yang berjualan
dan bertransaksi antara penjual dan pembeli. Mata Gie tertuju pada suatu sosok
di dekata pohon yang sedang berjalan yang tak lain adalah ibunya yang sedang
menemani ayahnya berjalan dan memperhatikan sekitar, kemudian ayahnya dan
ibunya berjalan berpisah arah. Ayahnya memperhatikan sekitarnya dan melihat
ikan hias yang kemudian dia membelinya. Dirumahnya terlihat banyak surat dan
buku punya ayahnya yang di buang begitu saja ke tong sampah dan Gie mengambil
buku ayahnya yang berwarna merah dan kemudian dia membaca catatan kecil ayahnya
itu .
Gie adalah sosok
yang acuh juga bahkan ketika itu dia sering tidak mempedulikan omongan ibunya,
dia selalu membaca membaca dan membaca. Pada malam hari datang sahabatnya Han
kerumahnya dengan badan basah kuyup dan babak belur karena merasa kasihan Gie
menginginkan Han untuk tinggal dirumahnya sehingga berdebat dengan
keluarganya tapi itu tidak terjadi
ketika keluarga Han datang kerumah Gie dan membawa Han pergi dengan paksa.
Di sini terlihat
tidak ada keakraban antara Gie dengan kakaknya. Bahkan ketika pergi
kesekolahpun mereka tak pernah saling menyapa mereka hanya bertatap mata saja.
Di sekolahnya Gie adalah sosok yang kritis dan berambisi yang seakan kata-kata
dia selalu benar dan orang harus setuju akan kata-katanya dan dia sampai
berdebat dengan gurunya, namun pada kenyataaannya dunia bukan hanya milik dia
seorang sehingga dia harus hidup dengan pendapat orang lain pula . dalam sesi
ini di ceritakan dengan kata-kata Gie secara monolog. “ Hari ini adalah hari
dimana dendam membatu. Nilai ulanganku
delapan tapi oleh guruku di kurangi tiga aku tidak senang dengan itu “ .
Buah dari keras
kepalanya Gie mendapat hukuman dan Sahabatnya Han tetap setia menunggunya yang
sedang di hokum dan akhirnya han menasehati Gie kenapa dia terus enjadi orang
yang terus melawan , tap anggapan gie berbeda dengan Han. Gie beranggapan bahwa
dalam memperjuangkan kebebasan kita harus melawan dan dia mencontoh dari
tokoh-tokoh yang berani melawan dari kesewenang-wenangan.
“ Dendam yang di simpan di hati mengeras bagai batu
sampai hari tu aku tidak pernah jatuh dalam ulangan. Aku iri karena di kelas hanya menjadi
orang ketiga yang pandai di ulangan tersebut. Aku yakin aku orang yang
terpandai di seluruh kelas”
Konflik di mulai
ketika Gie yang kritis akhirnya tidak naik kelas karena dia selalu melawan dan
sombong akan kepintarannya sehingga ibunya kecewa dan menasehatinya namun Gie
tetap pada pendiriannya.
“ Kalau angkaku di tahan oleh guru yang tak tahan kritik,
aku akan mengadakan koreksi habis-habisan aku tidak mau minta maaf. Memang
demikian dia bukan guru pandai tentang karangan saja dia lupa,aku rasa dalam
hal sastra aku lebih pandai. Guru yang tak tahan kritis boleh masuk sampah .
Guru bukan dewa yang selalu benar dan murid bukan kerbau ” dia bermonolog ketika akan pergi ke rumah
gurunya untuk mengeroyok yang pernah berdebat dengan dia namun dia mengurungkan
niatnya ketika melihat keadaan gurunya.
Gie masuk sekolah
lagi pada 28 oktober 1957 dan dia merasa bosan dengan kegiatan sekolahnya dia
selalu pergi ke perpustakaan di dekat rumahnya dan meminjam sebuah buku dan
membuat kagum ketika pada umur yang cukup muda dia sudah membaca buku karya
Mahatma Gandhi dan diapun selalu membaca Koran juga menulis.
Pada suatu hari dia
pergi bersama sahabatnya Han ke gunung, sahabatnya Han sedikit kecewa karena
dia ingin pergi ke pantai tapi Gie mengajaknya ke Gunung . Gie memiliki
kebiasaan yaitu diam di atas genting namun pada saat itu dari atas dia melihat
sahabanya Han pergi menggunakan mobil
dengan membawa barang-baranya, entah kemana.
Demokrasi terpimpin
yang di anut pada masa itu membuat Gie selalu memberikan kritik karena menurut
dia tidak cocok dengan system pemerintahan pada saat itu . Akhirnya Gie lulus
SMA dan dia sangat saying sekali akan kenagannya pada masa itu.
Pada kelulusannya
dia pergi ke gunung dengan seragam tapi kemudian berubah menjadi seorang pemuda
dewasa yang tampan diapun tidak peri ke gunung sendiri melainkan pergi bersama
sahabat barunya.
Gie menjadi seorang
mahasiswa sastra di Universitas Indonesia. Di sana dia seorang yang pintar dan
selalu menjadi ahli bicara diantara teman-temannya, diapun aktif menulis di
surat-surat kabar., sehingga dia di temui oleh seorang aktifis bernama Ben.
Karena kseriusannya membaca sehingga ibunya pun kesal karena tidak pernah di
dengarkan kata-katanya ketika ibunya sedang berbicara.
Pada masa itu atas
prakarsa utusan Aceh Presiden soekarno
di tetapkan sebagai Presiden seumur hidup. Gie di panggil untuk menghadap
Soekarno sebagai pemuda yang setuju dengan asimilasi dan Gie pergi dengan jas
pinjaman. Kejelekan presiden soekarno pda masa itu adalah beristri banyak.
Kebiasaan kedua Gie
selalu menyukai menontom film bersama mahasiswa lainnya dan selalu berdiskusi
dan mengambil makna dari film tersebut.
Konflik kedua yaitu
konflik batin yang dialami Gie ketika dia tidak bisa menebak hatinya dan
bagaimana perasaannya kepada Ira yang tak lain adalah sahabatnya sendiri
sehingga pada suatu ketika dia menemui Ira dan mengajaknya jalan bersama tanpa
dia tahu apa tujuan dia mungkig dengbun karena dia juga belum pernah merasakan
pacaran/
Kebiasan ketiga dia
suka pergi naik gunung dan akhirya bergabung dengan MAPALA ( Mahasiswa Pencinta
Alam ) namun pada saat itu Jaka temannya jadi berubah drastis jadi seseorang
yang berani tapi terkesan anarkis dalam melakukan sesuatu hal dan Gie tidak
setuju dengan itu.
Pada saat dewasa
ini Gie bertemu dengan Han tapi Han Hok Gie menemukan bahwa Tan
telah terlibat PKI tetapi tidak tahu konsekuensi apa yang sebenarnya
menantinya. Hok Gie mendesak Tan untuk menanggalkan segala ikatan dengan PKI
dan bersembunyi, tetapi Tan tidak menerima desakan tersebut.
Pada saat itu semangat revolusi yang didengung-dengungkan
justru membuat situasi memanas. Dalam lingkup UI saja, bermunculan
organisasi-organisasi yang terbentuk karena kepentingan agama dan golongan,
seperti PMKRI dan HMI. Gie yang seorang katholik, diajak bergabung ke PMKRI
oleh temannya, Jaka. Namun, gie menolak. Dia merasa bahwa politik yang membawa
kepentingan agama dan golongan bukanlah jalan untuk membawa perubahan hidup
bangsa Indonesia. Alih-alih terlibat organisasi, Gie lebih memilih untuk diskusi
dan menulis dalam melawan kelaliman penguasa. Kekritisan Gie dalam mengkritik
pemerintah, disadari oleh seorang aktivis gerakan yang bernama Ben. Gerakan
yang diikuti Ben tersebut dipimpin oleh Sumitro yang memiliki ide-ide yang sama
dengan Gie. Ben pun mengajak Gie untuk bergabung dalam gerakan ini dan menulis
utnuk pamflet gerakan tersebut yang disebarkan secara underground. Salah satu
usaha Gie yang lain adalah ikut dalam senat. Latar belakang keaktifan Gie
semula ketika dia melihat para calon ketua senat yang berasal dari
oraganisasi-organisasi yang membawa kepentingan golongan dan agama. Gie tidak
ingin senat dikuasai oleh orang semacam itu. Gie lalu mengajukan Herman,
sahabatnya, sebagai calon ketua. Gie melihat bahwa Herman tidak membawa
kepentingan agama dan golongan manapun dan inilah yang akan menjadi
kelebihannya.
Konflik keempat yaitu ketika sahabatnya memanggil wanita
panggilan untuk Gie wanita yang sudah di bayar dan sahabatnya itu menyamakan
dengan Ira yang membuat Gie sangat marah.
Gie menilai soekarno sebagai founding father dalam
Indonesia tapi di sisi lain pemerintahan yang dictator menyebabkan soekarno di
nilai jelek dan Gie menginginkan Soekarno jatuh,
Pada saat itu soekarno mengadakan politik kenaikan harga
yang sasarannya jelas yaitu untuk membuat masyarakat panic dan tidak berpikir
tentang penumpasan PKI akan tetapi berpikir tentang perutnya. Dan organisasi
KAMI ingin membubarkan PKI dengan cara berdemo di depan menteri yang pada saat
itu banyak melakukan korupsi dimana-mana. Mahasiswa UI saat itu bersatu, mereka
berusaha meminta hak-hak rakyat dengan cara berdemo secara besara-besaran.
Mahasiswa ini mengajukan tiga tuntutan kepada pemerintah yang dikenal sebai
tritura. Tuntutan mahasiswa ini hingga Februari 1966 belum terpenuhi, bahkaan
Presiden sendiri menegaskan bahwa tidak akan membubarkan PKI.
Setelah sekian lama pergi akhirnya ibunya Gie datang dan
melihat keadaan Gie yang sangat kotor dan Ibunya sangat prihatin melihat
keadaan Gie yang sekarang.
Hasil dari demonstrasi yang mengecewakan membuat mahasiswa terus melakukan demo demo
lagi dan akhirnya baru pada tanggal 11 MAret 1966, Supersemar seolah menjadi
jawaban atas keadaan saat itu. Soekarno menyerahakan mandatnya kepada panglima
angkatan darat Soeharto. Saat itulah sesungguhnya militer yang sebelumnya
bersitegang dengan PKI mendapat kekuasaan. Para anggota PKI pun diburu,
ditangkap, disiksa dan dibantai. Gie yang bukan ‘kiri’ atau ‘kanan’ tersentil
rasa sosialnya untuk menulis kesewenang-wenangan dan kebiadaban orde baru.
Konflik
utama film ini adalah kerusuhan antara
pemerintah Indonesia dan PKI, ini adalah kejadian yang penting di dalam sejarah
Indonesia. Konflik ini
mengakhiri demokrasi pemimpinan Soekarno
dan memulai dengan yang abru yaitu kepresidenan Soeharto yang berlangsung
selama 32 tahun. Kejadian ini bermula pada saat Soeharto ingin merubuhkan kepemimpinan Soekarno. Soeharto yang merupakan pemimpin
ABRI mempunyai lebih banyak kekuatan daripada Soekarno. Melihat hal tersebut, Soekarno
mendukung PKI agar mendapat perlindungan dari
Soeharto. Tetapi suatu saat para dewan jendral ingin menjatuhkan
Soekarno dari kepemimpinannya, PKI yang tidak ingin hal itu terjadi membunuh
keenam jendral tersebut.
Pada
jaman pemerintahan Soeharto pers dibungkam. Kebebasan menyampaikan pendapat
dipotong sehingga Indonesia tidak seperti negara Demokratis. Gie sangat
merasakan imbas peraturan ini karena banyak karya artikelnya yang tidak boleh
diterbitkan. Keadaan pemerintah yang bobrok sangat disensor dan walaupun mereka
tahu yang sebenarnya, rakyat yang kurang berpendidikan ini lebih mementingkan
penghasilannya. Melihat ini, Soeharto memanfaatkan keadaan dengan menaikkan
harga barang sehingga masyarakat lebih mementingkan isi perutnya dibandingkan
dengan keadaan pemerintahan.
Pada bulan Spetember 1965,
terjadi peristiwa G-30 S yaitu Gerakan 30 September PKI sebagai puncak
pertentangan antara pihak militer dan Partai Komunis Indonesia dimana para
keenam jendral dibunuh di Lubang Buaya. Peristiwa ini diikuti dengan
demonstrasi yang sangat besar yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas
Indonesia termasuk dengan Gie yang menuntut pengunduran Soekarno sebagai
presiden. Setelah kerobohan Soekarno dan pembrantasan PKI, Soeharto yang
mengambil kesempatan untuk meraih posisi presiden memutuskan untuk menangkap atau membunuh
semua warga Indonesia yang sudah terlibat dengan partai PKI, hal ini
mengakibatkan pembrantasan masal yang menimbulkan korban kira-kira sampai 1 juta
orang dan kebanyakan dari orang-orang yang dibunuh atau ditangkap belum benar
benar terbukti dengan benar-benar sah bahwa mereka terlibat dengan PKI.
Pada saat itu Gie menjadi seorang yang terkenal sebagai
seorang penulis artikel di berbagai Koran sehingga membuat seorang perempuan
kaya menyukainya yang membuat dia berpacaran dengan dia, dia berpacaran dengan
Gie karena menilai Gie tampan dan berwibawa juga terkenal akan
tulisan-tulisannya yang membuat dia bangga menjadi pacarnya.
Sahabatnya Han tiba-tiba menghilang karena di duga dia
masih mengikuti ajaran komunis yang menyebabkan dirinya di bunuh mati oleh
militer Indonesia Jalan film ini selanjutnya memaparkan keberanian untuk terus
mengkritik hingga sampai pada satu titik Gie merasa ‘lelah’ dan terus mendapat
reaksi keras dari orang-orang yang merasa terusik atas ulah Gie..
Pada saat itu pula akhirnya dia putus dengan pacarnya dan
meninggalkan Gie karena banyak yang menentang tentang tulisan Gie itu.
Sahabatnya Ira pun meninggalkan Gie juga dan akhirnya dia benar-benar merasa
sendiri dan pergi ke Gunung Semeru di sana dia menulis puisi , isinya.
Sebuah
Tanya
“akhirnya
semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”
(kabut
tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
“apakah
kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”
(lampu-lampu
berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam
mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang
basah menyelimuti jakarta kita)
“apakah
kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam
semua
kecuali dalam cinta?”
kecuali dalam cinta?”
(haripun
menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal
berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)
“manisku,
aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”
—————————————————————
ada
orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke mekkah
ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di miraza
tapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu sayangku
ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di miraza
tapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu sayangku
bicara
tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mendala wangi
ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danang
ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra
atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mendala wangi
ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danang
ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra
tapi
aku ingin mati di sisimu sayangku
setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu
setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu
mari,
sini sayangku
kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku
tegakklah ke langit atau awan mendung
kita tak pernah menanamkan apa-apa,
kita takkan pernah kehilangan apa-apa”
kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku
tegakklah ke langit atau awan mendung
kita tak pernah menanamkan apa-apa,
kita takkan pernah kehilangan apa-apa”
(Selasa, 11 November 1969)
-Soe Hok Gie-
Puisi itupun akhirnya di sampaikan untuk Ira yang iya
sadari bahwa Gie mencintai dan menyayangi Ira, dan pada saat itulah Gie mati
muda pada bulan Desember 1969. Tidak sedih sebab pada dasarnya Gie merasa
beruntung. Sebelumnya Gie pernah mengatakan bahwa nasib baik adalah tidak
dilahirkan dan mati muda. Gie meninggal dalam usia 27 tahun di Gunung Semeru,
di pangkuan sahabatnya, Herman Lantang. Catatan hariannya di terbitkan pertama
kali di tahun 1983, Rezim orde baru di bawah kekuasaan Presiden Soeharto
bertahan selama hamper 32 tahun dan kembali dijatuhkan oleh mahasiswa pada
tahun 1998. Hingga hari ini , harapan Soe Hok Gie tentang pemerintahan
Indonesia yang bersih dari korupsi dan kehidupan politik yang tidak berpihak
pada golongan, rasa tau agama belum terwujud.
KEKUATAN & KELEMAHAN FILM
1.
Kelebihan
Film ini mempunyai
kelebihan , yang pertama mempunyai banyak penghargaan di antaranya :
Piala Citra - Film Bioskop Terbaik , Piala Citra - Pemeran Utama Pria Terbaik
(Nicholas Saputra) , Piala Citra - Pengarah Sinematografi Terbaik.
Set design-nya yang berhasil menampilkan suasana pada tahun 1960-an yang
terlihat nyata dan sangat tradisional. Alur maju yang di bawa dalam film ini
membuat penonton tidak pusing.
Actor Nicolas Saputra yang berperan sebagai Soe Hok Gie dalam film ini
menjadikan film ini banyak ditonton oleh penggemarnya.
Lagu-lagu
yang terkenal di tahun 1960 yang digunakan dalam film ini juga menjadi daya
tarik film ini.
kata-kata yang di
gunakan dalam monolog pemeran membuat penonton lebih menghayati filmnya dan
membuat banyak makna dan pelajaran yang bisa menjadi daya tariknya sendiri.
Film sejarah yang
mengaitkan politik dan ekonomi ini tidak membosankan karena di bumbui dengan
cerita cinta remaja yang tentunya mempunyai konflik tersendiri yang tidak jauh
dengan jaman sekarang
2. Kelemahan
Pencahayaan , suara dan
music yang tidak seimbang membuat film ini sulit dipahami apalagi terlihat
ketika monolog si tokoh seringkali di iringi music yang keras yang malah
mendominasi adegan dalam film itu sehingga suara si tokoh pun tidak terdengar.
Banyaknya keanehan dan
keganjilan dalam film ini seperti meninggalnya Soe Hok Gie di Gunung Semeru
yang tidak di ketahui penyebabnya dan dia pergi sendiri tapi di akhirnya di
tuliskan dia mati di tangan temannya Herman.
Di
film Gie banyak kekurangan dan kelebihan akting para aktor dan aktris. Seperti
pada saat Gie sedang mengajukan pernyataan di UI dan tiba tiba di potong oleh
salah satu mahasiswa yang menyebabkan perkelahian yang juga di berhentikan pada
saat itu juga. Gerakan para aktor dan aktris di bagian itu sangatlah over-acting, yang seharusnya terlihat
natural jadi terlihat seperti sangat dibuat-buat.
Tidak di deskripsikannya
pemeran secara jelas membuat penonton bingung menentukan dan mengikuti jalan
ceritanya , seperti ayahnya yang tidak pernah bicara dan terkesan diam membuat
penonton bingung apa yang terjadi pada ayahnya. Juga kepergian sahabatnya Han
sewaktu kecil yang entah kemana membuat penonton banyak bertanya-tanya kemana
hendak dia pergi.
KONTRIBUSI FILM TERHADAP STUDI ILMU POLITIK
Dalam
film Gie , kontribusi film terhadap studi ilmu politik adalah bahwa dalam
politik pada masa dulu dan sekarang tidak jauh berbeda , syarat akan perebutan
kekuasaan, di warnai adanya korupsi pemerintahan yang dictator dan sikap
mementingkan diri sendiri dari aparat pemerintah tersebut.
Film
ini membuka mata dan pikiran kita bahwa
selama kita kuat , selama kita mampu berjuang , selama kita berdiri tegak ,
selama kita siap menegakkan kebenaran , selama kita benar , taka da salahnya
kita melakukan gerakan gerakan perubahan yang berdasarkan pemikiran-pemikiran
yang logis dan sesuai dengan fakta, demi menegakkan politik di Indonesia yang
bersih dan transparan, seperti yang di lakukan oleh Soe Hok Gie dalam filmnya
di sutradarai oleh Riry itu.
Untuk
menegakkan politik yang bersih dan sesuai dengan ilmu politik dan tata hokum di Indonesia maka
dalam film itu pula Gie banyak membaca membaca dan membaca sehingga dia
menemukan banyak sekali informasi juga banyak pelajaran dan argument-argument
sehingga menguatkan dia ketika dia akan beropini dalam media massa maupun dalam
suatu ormas , untuk itu membaca pula kunci kesuksesan karena apabila kita tidak
membaca, mana mungkin kita bisa membuka jendela dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar